Kebahagiaan yang seperti Kupu-kupu
Pernahkah kita merenungkan hal ini...?
Untuk apa orang menikah, atau mempunyai anak, atau membeli rumah? Banyak orang akan menjawab; supaya berbahagia.
Apa sebenarnya ukuran kebahagiaan?
Siapa yang dianggap berbahagia?
Untuk banyak orang, ukuran berbahagia adalah mempunyai. Yang dianggap bahagia adalah orang yang mempunyai pacar, mempunyai uang,
mempunyai suami/istri, mempunyai anak, mempunyai mobil, mempunyai cucu dan sabagainya.
Anggapan itu tentu saja perlu dipertanyakan kebenarannya. Apa setelah mempunyai suami, orang otomatis menjadi lebih bahagia ketimbang sebelum bersuami? Atau, apa setelah mempunyai anak, orang pasti lebih berbahagia ketimbang sebelum mempunyai anak?
Aristoteles, filsuf pendidikan Yunani yang hidup 300 tahun sebelum Masehi, mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mencapai kebahagiaan (eudaimonia) .Tetapi menurut Aristoteles, kebahagiaan bukan sikap yang berporos pada diri sendiri dalam arti mendapatkan kebutuhan dan keinginan sendiri.
Menurut Aristoteles, kebahagiaan adalah penggunaan semua kemungkinan dalam diri seorang untuk dijadikan kebahagiaan orang lain.
Selama ini rupanya konsep kita tentang kebahagiaan adalah terlalu sempit. Kita mengira bahwa kita menjadi bahagia bila kita memiliki ini atau itu.
Padahal sebenarnya kita menjadi bahagia bila kita berbuat sesuatu untuk orang lain. Kalau kita menolong seseorang dan orang itu merasa sangat tertolong
dan begitu senang, bukankah yang menjadi lebih senang adalah kita sebagai penolong dan pemberi?
Kebahagiaan adalah ibarat kupu-kupu. Kalau kita mengejarnya, kupu-kupu itu pasti terbang dan cepat-cepat pergi.
Tetapi bila kita tenang dan berdiam diri, kupu-kupu itu malah akan hinggap. Demikian pula dengan kebahagiaan. Kalau kita mengejar kebahagiaan mungkin kebahagiaan itu akan lari. Tetapi kalau kita tenang dan membuka diri terhadap kebutuhan dan persoalan orang lain, kita akan merasa bahagia bahwa
kita telah dapat menolong orang lain.
Sebenarnya "mencari kebahagiaan" atau "mendapatkan kebahagiaan" adalah contradictio in terminis yaitu kata-kata yang saling bertentangan,
seperti es panas atau air kering. Sebab kebahagiaan tidak bisa kita cari dan tidak bisa kita dapatkan atau miliki.
Kebahagiaan dengan sendirinya akan datang pada waktu kita membuka diri terhadap orang lain.
Pada waktu kita teresnyum, menyapa dan mengulurkan tangan kepada orang yang membutuhkan senyum, sapaan dan uluran tangan kita pada saat itu kebahagiaan akan memancar dari wajah kita.
Karena ..... ternyata,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar